Aku terdiam di balik jendela, menatap satu persatu
rintik-rintik hujan yang turun, lalu aku buka notebook untuk menuliskan pikiran
yang dengan sendirinya hadir. Aku sedang memikirkan masa depan.
Sembari aku menulis, curah hujan mulai berkurang digantikan gerimis,
jariku masih menari indah di atas keybord, pikiranku masih melayang-layang.
Bagaimana masa depanku kelak?
Disaat-saat seperti ini aku ingin segera menjadi orang
sukses, punya apa saja yang aku butuhkan dan yang aku inginkan, ingin sekali
rasanya cepat-cepat berbagi kesuksesan dengan kedua orangtuaku dan mencukupi
kebutuhan kedua orangtuaku. Inginku menjadi tangan penggaanti untuk memikul
beban adik-adikku. Hati maupun pikiranku juga berkata sama, tak ingin rasanya
berlama-lama membebani kedua orangtuaku. Seringkali pikiran seperti itu muncul begitu saja.
Namun aku sadar, kini aku masih mengandalkan keringat bapak
ibu. Aku sadar aku belum mampu untuk berdiri sendiri. Rupanya untuk jadi orang
sukses, aku harus menempuh jalan yang terjal, yang belum pernah aku tahu
bagaimana rasanya berjalan di atasnya.
Bangku sekolah masih terus mengisi setiap hari-hariku. Jika
memang, bangku dan buku salah satu teman yang menghantarkanku pada kesuksesan,
aku rela membagi waktuku bersama mereka. Mungkin dengan itu aku bisa dengan mudah menyingkirkan
ranting-ranting yang kelak menghadang.
Bagiku, mimpi yang disandingkan dengan doa mempunyai sebuah
kekuatan yang luar bisa. Apalagi jika, ridho sang ilahi menyertai.
Semoga kelak aku bisa membawa kedua orangtuaku menyentuh
baitullah, bersujud di tanah suci, dan takkan kubiarkan mereka mengeluarkan
cucuran kerigat lagi. Untuk adik-adikku, semoga kelak kita bisa bersama
membahagiakan kedua orangtua kita.
“Ya Allah sayangilah
kedua orangtuaku dan kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku waktu
kecil”
Komentar
Posting Komentar